Wednesday, February 15, 2017

Serba-Serbi Hidup di Jepang

Postingan ini dibuat karena request dari seorang teman, berdasarkan pengalaman gue selama 1,5 tahun tinggal di Jepang. Here we go..

1. Biaya kuliah di Jepang
Jadi, biaya ujian masuk dan tuition fee (SPP) di universitas-universitas negeri di seluruh Jepang itu sama. Untuk biaya ujian masuk S1 adalah sebesar ¥ 17.000 (sekitar Rp. 2jt), sedangkan untuk S2 dan S3 adalah sebesar ¥ 30.000 (Rp. 3,6jt). Untuk biaya SPP, kalau di Indonesia biasanya yang paling mahal adalah untuk jurusan kedokteran, tapi kalau di Jepang, biaya SPP paling mahal adalah untuk sekolah hukum. Untuk biaya SPP S1/S2/S3 biasa adalah sebesar ¥ 535.800/tahun (sekitar Rp. 64jt), sedangkan untuk sekolah hukum SPPnya adalah sebesar ¥ 804.000/tahun (sekitar Rp. 96jt). Selain biaya-biaya tersebut di atas, ada juga biaya yang disebut admission fee, yang mana biaya ini hanya dibayarkan sekali saja pada saat pertama kali mau masuk. Biaya admission fee ini jumlahnya sama mulai dari S1-S3 maupun untuk sekolah hukum, yaitu sebesar ¥ 282.000 (sekitar Rp. 34jt). Tapi  karena gue dapat beasiswa dari pemerintah Jepang, selama ini gue ngga pernah ngurusin masalah SPP atau biaya-biaya lainnya sama sekali, karena pihak pemberi beasiswa langsung membayarkan SPP ke universitas. Beda semisal beasiswanya dari pemerintah Indonesia, biasanya uang SPP atau lain-lainnya akan ditransfer ke rekening pribadi penerima beasiswa, kemudian penerima beasiswa membayarkan sendiri SPP-nya ke Universitas.

2. Biaya hidup di Jepang
Banyak yang bilang bahwa hidup di Jepang itu mahal. Tapi semisal kita mau berhemat, jumlah beasiswa yang didapatkan entah itu dari pemerintah Jepang atau pemerintah Indonesia pasti masih berlebih. 
     a. Apartemen, listrik, air, dan gas. 
Biaya ini bervariasi tergantung lokasi dan jenis apartemennya (single atau family). Untuk apartemen single di Kanazawa harganya berkisar antara ¥ 30-40rb, sedangkan apartemen family biasanya lebih mahal berkisar antara ¥ 45-60rb. Untuk apartemen gue yang berukuran single dan lokasinya cukup strategis walaupun agak jauh dari pusat kota, harganya adalah ¥ 37.500 yang mana harga ini udah termasuk pemakaian air sepuasnya. Gas yang dipakai di Jepang ada dua macam, yaitu gas propan dan gas kota (toshi), yang mana harga gas propan seringkali lebih mahal dibandingkan dengan gas toshi. Gas ini digunakan untuk pemanas air dan juga untuk memasak bagi yang masaknya dengan kompor gas. Untuk apartemen gue yang gas nya adalah gas toshi, untuk musim panas biasanya habis sekitar ¥1.500, dan kalau musim dingin habisnya jadi sekitar ¥3.500. Jangan tanya untuk propan, dengan pemakaian yang sama kayak gue, bayarnya mungkin bisa jadi sampai dua kali lipat. Nah untuk listrik, selama musim panas gue biasanya habis sekitar ¥ 2.500, sedangkan pas musim dingin habisnya bisa sampai ¥ 6.500 (karena pemanas ruangan hampir selalu nyala sepanjang malam).
     b. Asuransi kesehatan
Asuransi kesehatan di Jepang bisa mengcover 70 % dari total biaya yang seharusnya kita bayarkan setelah berobat. Bagi tiap orang, besarnya biaya asuransi beragam tergantung dari jumlah penghasilan. Untuk mahasiswa penerima beasiswa, kami dianggap tidak berpenghasilan sama sekali, sehingga asuransi pun jadi murah. Contohnya gue yang biaya asuransi per bulannya cuma sebesar ¥ 1.600. Bagi yang mempunyai keluarga di sini, biasanya asuransi dibayarkan langsung untuk satu keluarga sehingga bisa lebih murah dibandingkan kalau bayar sendiri-sendiri. Ada seorang teman yang dia di sini dengan suami, bayar asuransi untuk berdua adalah sebesar ¥ 2.800. Nah sedangkan untuk orang-orang asli Jepang yang memang mereka bekerja, mereka bayar asuransi nya bisa sampai ¥ 6.000 per bulan nya. Mahal..
     c. Telpon
Untuk sistem kontak telp di sini beda banget dengan di Indonesia yang bisa sesuka hati ganti nomer telp hanya dengan beli sim card harga 10rb an. Di Jepang, ada 3 provider besar yang paling laris di pasaran, yaitu AU, Docomo, sama Softbank. Karena gue di sini pakainya AU, di sini gue mau cerita sedikit terkait kontrak telp di provider AU. Jadi di sini untuk pemakaian telp ada dengan sistem kontrak (2 tahun), dan kalau mau putus kontrak sebelum masa kontrak habis biasanya kena denda kurang lebih sebesar ¥12.000. Dulu waktu gue pertama kali tiba di Jepang, waktu itu sedang ada promo dari AU untuk bisa dapat HP Iphone 6 baru GRATIS. Karena waktu itu HPnya gratis, gue bayar per bulannya hanya untuk biaya internet (7GB) dan telp sebesar ¥ 5.000 (+ ¥ 500 untuk apple care). Tapi di bulan November kemarin, gue upgrade kontrak dan ganti HP jadi Iphone 7+. Karena yang kali ini HPnya ngga gratis, jadi gue harus membayar untuk HPnya dengan metode dicicil sampai masa kontrak habis (2 tahun). Karena itulah sekarang tagihan telp per bulan gue jadi ¥ 8.500 yang di dalamnya udah include biaya untuk nyicil HPnya juga. 
     d. Makan
Sebagai orang muslim yang tinggal di negara non-muslim, kita harus lebih berhati-hati terkait semisal mau beli makan di luar. Selain karena orang Jepang biasa memakan pork, mereka juga sangat sering memasak dengan mencampurkan sake dan mirin (sake manis) ke dalam masakannya. Memasak sendiri memang menghabiskan waktu, tapi selain lebih aman, memasak sendiri juga bisa lebih menghemat biaya pengeluaran. Oiya, di sini banyak toko online yang menjual daging ayam, kambing, dan sapi halal, serta berbagai bumbu-bumbu dari Indonesia, jadi kalau ke supermarket di sini biasanya gue belinya cuma seafood, sayur, dan buah-buahan. Tempat gue biasanya belanja online yaitu di www.baticrom.com (COD) atau di toko-indonesia.org (transfer). Untuk biaya masak dan makan per bulan biasanya gue habis kurang lebih sekitar ¥20.000.

Nah itu adalah daftar pengeluaran primer yang harus dibayarkan per bulannya. Untuk pengeluaran sekunder seperti shopping dan jalan-jalan itu udah tergantung masing-masing individunya ya..

3. Part-time job (arubaito) di Jepang
Bagi kalian yang berencana pengen kuliah sambil kerja part-time, disarankan untuk bisa berkomunikasi dengan bahasa Jepang minimal untuk daily conversation, karena kalau kalian menguasai bahasa Jepang, pilihan part-time pun bisa lebih banyak dan bervariasi. Tapi bagi kalian yang tidak menguasai bahasa Jepang, jangan khawatir, kalian juga tetap bisa bekerja part-time kok.  Pilihan tempat part-time job bisa di restauran, kantin kampus, laundry, hotel, dan juga bisa dengan nganterin koran. Untuk bayaran dari kerja part-time ini dihitung per jam kerja, yang nominalnya beragam mulai dari ¥ 800 hingga ¥ 1.400 per jam.

4. Musim-musim di Jepang
Mungkin kalian semua udah pada tau kalau Jepang adalah negara sub-tropis dengan 4 musim. Dan asal kalian tau, musim-musim di Jepang punya keindahan dan pesona nya masing-masing. Di mulai dengan musim gugur (aki), Jepang terkenal dengan daun-daun momiji nya yang akan berubah warna jadi merah saat musim gugur. Ngga cuma momiji, daun-daun maple juga semua akan berubah warna jadi merah atau orange, cantik banget pokoknya, tapi sayangnya puncak keindahan musim ini hanya bertahan sekitar 1 bulan, dan setelah itu daun-daunnya akan mulai rontok. Setelah musim gugur, tibalah musim dingin (fuyu) yang identik dengan salju. Gue ini kebetulan beruntung banget tinggal di Kanazawa yang daerahnya memang bersalju saat musim dingin tiba. Jangan kira semua daerah Jepang saljunya bakalan sama tebalnya saat musim dingin. Tokyo yang merupakan ibu kota Jepang juga jarang banget turun salju, dan hampir ngga pernah yang saljunya sampai numpuk tebal di tanah. Kalau kalian pengen ke tempat yang musim dinginnya lama dan saljunya sangat tebal, datang aja ke Hokkaido, di sana bahkan saat bulan Februari selalu di adakan snow festival terbesar di Jepang. Setelah cuaca mulai menghangat, datanglah musim semi (haru). Musim ini memang paling identik dengan bunga sakura (cherry blossom), yang mana full bloom sakura ini biasanya cuma 2 minggu saja (akhir maret hingga pertengahan April). Jadi urut-urutan bunga yang mekar di musim semi itu gini: bunga plum (ume), sakura, tulip dan canola, azalea, dan ditutup dengan hydrangea (yang merupakan bunga pertanda musim panas akan segera datang). Lalu untuk musim panas (natsu), sebenarnya dari segi keindahan alam menurut gue ngga ada yang istimewa, tapi di musim panas ini banyak sekali di adakan berbagai jenis festival. Untuk terkait festival-festival di Jepang bisa dibaca di point 5.


















5. Festival-festival di Jepang
Di sini gue ngga akan nge-list semua festival (matsuri) yang ada di Jepang, karena jumlahnya yang banyak banyak banyak banget. Gue mungkin cuma nyebutin festival-festival besarnya saja, antara lain Gion matsuri (Kyoto), Kanda matsuri (Tokyo), Yuki matsuri (Sapporo), Awa odori (Tokushima), dan Tenjin matsuri (Osaka). Sebagian besar festival di Jepang biasanya diadakan pada saat musim panas (kecuali yuki matsuri), yang mana pada saat musim panas ini juga ada satu festival yang paling gue tunggu, yaitu hanabi matsuri (fireworks festival). Di fireworks festival ini biasanya orang-orang akan pergi dengan memakai setelan yukata (kimono musim panas), yang mana waktu pertama gue lihat dulu gue takjub ngelihat orang sebanyak itu pakai yukata. Di Jepang, jangan harap ada yang nyalain kembang api waktu malam tahun baru. Selain karena alasan winter, pada saat malam tahun baru orang-orang Jepang akan pergi ke kuil untuk berdoa.  




Itu adalah garis besar tentang kehidupan di Jepang. Kalau mau tau lebih detail, yuk datang dan kuliah di sini.. ;)












Saturday, February 11, 2017

Paris in One Page

Holaaa.....

Di postingan pertama, gue bilang kalau pernah ke Jerman untuk student exchange. Nah waktu itu mumpung lagi di Eropa dan visa gue adalah visa schengen (visa yang membolehkan untuk masuk ke semua negara di Eropa kecuali UK), akhirnya gue nyempetin untuk melipir ke Paris. Waktu itu gue di Paris selama 4 hari 3 malam, rencana 5 hari 4 malam batal gara-gara gue ketinggalan kereta dari Frankfurt main Hbf (stasiun kereta utama di Frankfurt) menuju ke Paris. Jadi tentang drama ketinggalan kereta itu ceritanya gini..

Waktu itu gue udah ngerencanain buat jalan2 ke Paris jauh-jauh hari bareng sama salah seorang temen orang Jerman namanya Johanna. Kami udah beli tiket kereta jauh2 hari karena waktu itu bisa dapat harga lebih murah, pulang pergi Jerman - Paris cuma sekitar 85 euro (Rp. 1,2jt). Johanna ini tinggalnya di kota Kassel, satu jam perjalanan naik mobil dari kota tempat gue tinggal. Nah karena tinggal di kota berbeda, akhirnya kami sepakat langsung ketemuan di Frankfurt main Hbf. Dia ke Frankfurt naik kereta, dan gue mau naik bus karena harganya jauuhh lebih murah. Tiket kereta dari kota gue ke Frankfurt sekitar 65 euro, sedangkan kalau naik bus cuma 10 euro. Gue beli tiket busnya di jam yang diprediksikan bakal sampai di Frankfurt 1 jam sebelum kereta gue berangkat, tapi apesnya si bus entah karena apa datangnya telat hampir se jam juga. Jadilah akhirnya gue nyampe di Frankfurt 10 menit setelah kereta dan teman gue berangkat ke Paris. Panik, akhirnya gue pergi ke tempat jualan tiket kereta untuk beli tiket tercepat menuju Paris. Tapi ternyataa, kereta berikutnya yang akan berangkat ke Paris adalah besoknya jam 6 pagi, padahal waktu itu masih jam 7 malam. Karena ngga mungkin untuk balik lagi ke Gottingen, akhirnya gue mutusin untuk nginep di stasiun.  Oiya, tiket kereta baru yang gue beli untuk berangkat ke Paris harganya 80 euro, hampir sama dengan harga tiket PP yang gue beli sebelumnya.

Si Johanna panik pas gue bilang mau nginep di stasiun, dan mau nyari hotel di sekitar stasiun pun ngga ngerti adanya dimana. Akhirnya dari jam 7-9 malam gue nongkrong di tempat jualan tiket (karena suhu di luar waktu itu 3 derajat). Jam 9 malam karena tempat jualan tiket mau tutup, gue pindah tempat bengong ke McD dan sekalian beli makan malam. Waktu di McD ini agak horor gara-gara ada mas-mas yang awalnya duduk di seberang gue, lama lama duduknya pindah ngedeketin gue, terus waktu dia berusaha ngajakin gue ngobrol (sekitar jam 12 malam), gue langsung berdiri beli kopi dan pindah tempat duduk. Di McD ini cuma bisa sampe jam 4 karena mereka mau tutup, terus akhirnya gue duduk-duduk di kursi di depan toko kopi dan sandwich yang masih buka. Gue sengaja nongkrong di situ karena di stasiun udah sepi, hanya beberapa orang aja yang masih mondar-mandir, kan serem. Karena ngga enak kalau cuma nongkrong aja, akhirnya gue beli kopi (lagi) sambil nungguin kereta datang. Jam 5.30 kereta yang menuju ke Paris datang, dan gue langsung masuk karena di luar udaranya dingin banget. Perjalanan dari Frankfurt menuju ke Paris memakan waktu 4 jam, dan gue yang biasanya gampang banget ketiduran, kali ini ngga bisa tidur padahal semalaman ngga tidur, mungkin gara2 kebanyakan minum kopi.

Sesampainya di Paris, temen gue udah nungguin di stasiun, udah cantik dan wangi. Gue sama si temen ini rencana nginepnya di apartemen temennya temen gue yang memang orang Paris, biar bisa menghemat biaya pengeluaran hotel. Nah, entah dulu itu gimana ceritanya, pokoknya gue ngga bisa ke apartemen untuk naruh barang bawaan sekaligus mandi dan bersih-bersih. Jadilah gue jalan-jalan keliling Paris dengan masih bawa tas baju dengan muka super jelek karena ngga mandi dan ngga tidur semalaman. Hari pertama itu gue jalan-jalan ke Arc de Triomphe dan belanja di sepanjang jalan Avenue des Champs Elysees. Selain itu gue juga pergi ke salah satu katedral paling terkenal di Paris, Notre Dame. Awalnya gue ragu masuk apa nggak, tapi karena penasaran gimana di dalam katedralnya, akhirnya gue mutusin untuk masuk ke dalam. Dan saat di dalam katedralnya, ternyata gue satu-satunya manusia berjilbab di sana 😅. Jalan-jalan sampai jam 4 sore, setelah itu baru kami pulang ke apartemen temennya temen gue. Thats it for the day one.






Lalu hari kedua kami pergi ke Musee du Louvre (ini museum yang ada di film "The Da Vinci Code" dan tempat dimana lukisan Monalisa dipamerin). Untuk masuk ke dalam museum ini tiket masuknya 12 euro, tapi gratis untuk teman gue yang orang Jerman. Kenapa? Karena museum-museum di sini itu semua tiket masuknya gratis bagi seluruh pelajar di negara European Union. Jadi kalau kalian nanti jadi mahasiswa di salah satu negara European Union, kalian juga bakalan bisa masuk ke museum-museum ini gratis. Well, Musee du Louvre itu ternyata besaar banget, mungkin untuk muterin seluruh bagian museumnya perlu waktu seharian, dan karena waktu gue terbatas gara-gara pengen cepet-cepet ke Eiffel tower, akhirnya gue cuma ngunjungin 1/3 bagian dari museum dan langsung pamitan sama mbak Monalisa. 






Untuk mobile selama di Paris ini gue beli tiket kereta bawah tanah untuk 3 hari dengan harga 26 euro.   Jadi kemana-mana gue naik kereta bawah tanah ini, yang selain karena harganya lebih murah, juga untuk menghindari jalanan padat di kota Paris. Waktu udah sampai di Eiffel tower dan puas foto-foto di sana, gue sama Johanna berniat pengen naik ke puncak Eiffel tower. Gue lupa biaya untuk naik ke puncak Eiffel tower dulu berapa, karena gue ngga jadi naik gara-gara antriannya yang panjang banget. Hari kedua kami cuma sampai di situ aja, dan malamnya kami keluar makan bareng. Oiya, harga makanan di Paris hampir 2x lipat harga makanan di Gottingen, Jerman. Kalau di Gottingen gue beli pizza harga 6 euro, di Paris harganya jadi sekitar 12 euro. 





Lalu untuk hari ketiga, pagi-pagi kami berlima rencana mau pergi ke Catacombs, yang mana itu adalah pemakaman bawah tanah yang menyimpan kurang lebih 6 juta jenazah manusia. Catacombs ini awalnya adalah tempat penggalian tambang batu di Paris, yang kemudian dijadikan pemakaman karena semakin sempitnya lahan pemakaman di permukaan tanah. Waktu itu kami udah ngantri kurang lebih setengah jam, dan antrian tidak bergeser sedikit pun, padahal antrian di depan kami udah panjang banget. Karena itulah, kami akhirnya batal masuk ke Catacombs. Sebagai pelampiasan, gue sama Johanna akhirnya pergi ke pemakaman terbesar di Paris, dan jalan-jalan di dalam pemakaman kurang lebih selama 2 jam. Di dalam pemakaman ini banyak dikuburkan artis dan orang-orang terkanal di Paris, bahkan karena saking besarnya pemakaman ini, sampe ada peta tentang blok-blok pemakaman, dan siapa-siapa saja orang terkenal yang dimakamkan di blok tersebut. Setelah itu kami pergi ke Pont des Arts, itu loh, jembatan di atas sungai Seine yang ada banyak gemboknya. Konon katanya, kalau kalian nulis nama kalian dan pasangan di gembok, terus gemboknya dikunci di jembatan ini dan kuncinya dibuang ke sungai Seine, cinta kalian dengan pasangan akan abadi  selamanyaaa (ciyeehh). Tapi gue ngga masang gembok apa-apa di sana, karena waktu itu gue lagi jomblo (curcol) 🙈. Setelah dari sana kami pergi ke Eiffel tower lagi untuk ngelihat light up nya. Kereenn bangettt. Sayang waktu itu belum jaman live instagram atau facebook 😆.





Nah untuk hari yang ke empat ini, kami pergi ke Montmartre. Kalau kalian pernah nonton Line short movie yang judulnya "Nic & Mar", kalian pasti akan tahu tempat ini. Jadi itu adalah gereja yang ada di dataran tinggi Paris, yang disekitarnya banyak seniman yang memamerkan hasil karyanya. Kalian juga bisa minta dilukis wajah kalian oleh para seniman itu, tapi ngga gratis. Untuk menuju ke Montmartre ini dibutuhkan sedikit efforts lebih, karena jalan dari stasiun terakhir menuju ke sini cukup jauh dengan jalanan yang menanjak. Tapi itu worth it banget, karena dari sini kalian bisa lihat view kota Paris kayak dari atas bukit. Kami di sini sampai menjelang sunset, terus balik ke apartment buat packing dan istirahat karena besok paginya kami harus balik ke Jerman pagi-pagi banget.








Sebenarnya selain tempat-tempat yang gue tulis di sini, gue juga pergi ke beberapa tempat lain yang mungkin kalian ngga pernah dengar karena memang ngga terlalu terkenal, misalnya Bibliotheque Francois Mitterand (cabang utama dari perpustakaan nasional Paris), Pantheon, Grand Arche of La Defense, dan beberapa tempat lain lagi yang bahkan gue udah ngga inget namanya apa. It's true that Paris is always a good idea. Paris itu memang tempat yang sangat indah untuk dikunjungi, tapi buat gue, Paris tidak nyaman untuk dijadikan tempat tinggal dalam jangka waktu lama. Gue masih bakal lebih milih untuk tinggal di Jerman atau di Jepang, dan sekali-kali aja pergi ke Paris untuk jalan-jalan (maunya). Anyway, thank you for the memories, Paris. You will always be missed.










Friday, February 10, 2017

My 100 List

Since the second year of my undergraduate live, I always have 100 list of dreams or something I want to accomplish. I was inspired after watched a video made by someone with the title "Jejak-jejak mimpi". These are some of the things I'd like to do in life with some new additions/changes (because I changed!).. and some of them had been accomplished ! 49 out of 100, more to go !

1. Graduate from college in less than 4 years with "cumlaude" (done)
2. Have my own camera (27th birthday gift from my beloved husband)
3. Trip to Lombok (done)
4. Trip to Komodo island
5. Trip to Karimun Jawa (done)
6. Get scholarship for my Master and PhD (done)
7. Getting married before 25 (done)
8. Research about cancer (on going)
9. Study abroad (on going)
10. Try to eat snow (done)
11. Touch cherry blossom (done)
12. Learning how to swim
13. Snorkeling (done)
14. Bungee jumping
15. Camping in an inhabited island (done, thanks gengs)
16. Giving birth to at least 3 beautiful kids
17. Climbing mount Fuji
18. Having my foot to step on Europe country (done)
19. Paris !! (done)
20. Learn how to drive a car
21. Having someone to write a poem for me (done)
22. Being proposed with a bucket of flowers (done)
23. Someone making me breakfast in bed
24. Picnic dating by the beach (done)
25. Learn how to play guitar
26. Witness aurora light in Canada
27. Decorate my own house
28. Learning foreign language instead of English (done)
29. Singing in the karaoke till morning (done)
30. Feeding fish in the sea (done)
31. Learn the culture from another country (done)
32. Volunteering (done)
33. Riding a bike around a small island (done)
34. Traveling alone somewhere
35. Hugging a coala
36. Travel to 5 big islands of Indonesia (2 more to go)
37. Visit Sabang and Merauke
38. Europe trip with husband
39. Being vegetarian for a week
40. Get my PhD not more than 3 years
41. Have a paper published in Nature / Science
42. Got a job near to my husband workplace
43. Hiking.
44. Ski-ing.
45. Eat everything delicious in Thailand
46. Take a picture with Namsan tower (South Korea) as a background (4-8 May 2017)
47. Go to the great wall of China
48. Ki*sing under the rain
49. Introducing Indonesian culture in another country (done)
50. Watch meteor showers
51. Learn how to bake a cake (Oreo cheesecake no bake, Japan Feb 18 2018)
52. Diving
53. Honeymoon in a beautiful island (done)
54. Go to Mecca
55. Asked to my parent "what do you want me to buy for you?" (done) 
56. Have a romantic dinner under the stars.
57. A campfire by the beach or mountain (done)
58. Being a bridesmaid for my best friend wedding
59. Watch my brother and sister getting married
60. Go to Taylor Swift concert
61. Writing my own blog (done)
62. Go to a coffee shop and spend the entire day there
63. Wandering around the city alone (done)
64. Wearing yukata and go to the firework festival (done)
65. Wearing a couple of kimono set with my husband
66. Have a post wedding picture session
67. Go to my friend wedding with my husband
68. Trying to eat natto
69. Eat an entire pizza by myself (new year's eve 2018)
70. Learning how to cook properly (done)
71. Limit my indomie consumption
72. Make infused water regularly
73. Sleeping 8 hours a day
74. Walking barefoot above the snow (done, in front of my apartment in Japan)
75. Watching sunset in a beautiful island with my beloved one (done)
76. Eat nasi Padang in Padang (done)
77. Learn about photography (on going)
78. Become someone first love (done)
79. Become someone last love (done, insyaAllah)
80. Make a video about my life journey (done, available on my youtube channel)
81. Do not open any social media for one week.
82. Have a deep conversation with a stranger (done)
83. Travel around the world.
84. Get 10k followers on my IG account
85. Try to eat 3 packs of Indomie at once (Just want to challenge myself 😃)
86. Saving up
87. Live for one week without rice (done)
88. Go to see winter festival in Hokkaido
89. Picnic under blooming cherry blossom (done)
90. Experiencing sky diving
91. Climbing a tree house
92. Teaching something to a teenager (done)
93. Writing a book
94. Going for a blind date (done)
95. Traveling around Japan
96. Learning how to play chess
97. Cooking something delicious for my husband (done)
98. Working on my hobbies
99. Inspire others.
100. Live happily ever after.



Thursday, February 9, 2017

Tentang Mengejar Mimpi ke Benua Eropa

Ini adalah tulisan blog pertama gue.
Nama gue Firli, sekarang gue lagi ngelanjutin S3 di Jepang, tepatnya di Kanazawa University di Ishikawa Prefecture. Loh, kuliah di Jepang? Kok judul tulisannya 'Mengejar Mimpi ke Benua Eropa?'. Iya, jadi ceritanya gini..

Sebenarnya sejak dari jaman kuliah S1 dulu gue memang udah bercita cita pengen lanjut studi ke luar negeri. Negara pertama yang dipengenin awalnya Jepang, alasannya karena dulu dosen-dosen gue yang kece-kece dan pinter-pinter kebanyakan lulusan dari Jepang. Namun seiring dengan berjalannya waktu, gue ngga inget gara-gara apa, akhirnya gue berpindah hati jadi pengen lanjut studinya ke Jerman. Kalau boleh jujur, gue selalu ngerasa bahwa gue itu orang yang beruntung, bahwa Allah SWT selalu mengatur semua jalan gue dengan sangat rapi. Gue waktu S1 dipertemukan dengan dosen pembimbing yang super keren, yang karena dorongan dan dukungan beliaulah akhirnya gue bisa lulus S1 hanya dalam waktu 3,5 tahun. Pada semester terakhir menjelang kelulusan, gue bingung mau kerja atau lanjut kuliah S2, kalaupun lanjut gue udah ngga pengen minta dibiayain orang tua lagi. Ternyata Allah sudah menyiapkan jalan lain, waktu itu dari DIKTI ada program beasiswa baru yang disebut Fast Track. Jadi Fast-Track ini beasiswa untuk lulus S2 hanya dalam waktu 1,5 tahun, yang mana semester pertama Fast-Track ini diambil saat semester akhir S1. Nah waktu itu sekretaris jurusan mendaftarkan mahasiswa-mahasiswa dengan IPK 10 besar seangkatan untuk diajukan beasiswa ini (yang akhirnya ada 6 mahasiswa yang lolos seleksi). Semua proses administrasi dibantu oleh jurusan, dan kami terima sudah beres semua dan tinggal kuliah saja. Singkat cerita, akhirnya masa-masa kuliah S2 yang super padat dan singkat berakhir dengan bahagia dan indah. 

Setelah lulus S2, gue ngga langsung nyari kerja ataupun nyari-nyari info beasiswa. Sebagai pengangguran baru waktu itu, akhirnya gue kerja freelance di lab Sentral Universitas, dengan masih sering keep in touch sama pembimbing skripsi dan tesis. Mungkin waktu itu pembimbing gue merasa iba dengan nasib mantan mahasiswa bimbingannya yang ngga jelas arah hidupnya, akhirnya gue sering disuruh ikut kegiatan yang namanya IGNTTRC (Indonesian - German Networking for Teaching, Training, and Research Collaboration). Dan berkat kegiatan itu akhirnya gue jadi punya banyak teman orang Jerman, dan juga kenalan dengan salah satu Professor Jerman pengampu kegiatan tersebut. Setelah proses PDKT yang alhamdulillah berjalan lancar, akhirnya gue ditanyain pengen kuliah ke Jerman apa nggak. Setelah diskusi panjang lebar tentang area riset yang gue pengenin, akhirnya gue dikenalin dengan salah satu professor di Georg-August University, Gottingen. Tapi ternyata, professor di Jerman itu ngga mudah nerima mahasiswa asing. Calon professor gue itu katanya pengen tau dulu gue orangnya kayak gimana, baru habis itu dia bisa menentukan mau nerima gue apa nggak. Saat lagi bingung gimana caranya bisa ke Jerman untuk ketemu si calon professor, pas banget waktu itu sedang dibuka pendaftaran Student exchange program dari IGNTTRC untuk ke Jerman selama 1-2 bulan. Akhirnya gue langsung nyiapin semua berkas pendaftarannya, dan Alhamdulillah gue lolos seleksi. Yeeyyy, akhirnya bakalan ke Jerman !!

Itu adalah kali pertama gue mau keluar negeri. Nervous banget waktu itu, deg-deg an mau ketemu orang baru yang gue ngga tau gimana karakternya. Singkat cerita, setelah nyiapin visa dan sebagainya, akhirnya gue berangkat ke Jerman. Sesampainya di Frankfurt airport yang waktu itu suhunya 11 derajat celcius, mata gue berair, campuran antara dingin dan air mata bahagia. Dari Frankfurt airport menuju Gottingen gue naik ICE (nama kereta cepat di Jerman) dan memakan waktu kurang lebih 3,5 jam. Sesampainya di stasiun Gottingen, si calon professor gue meminta salah satu mahasiswa bimbingannya untuk ngejemput dan nganterin gue ke apartemen. Ternyata si calon professor itu orangnya baik banget. 



Hari pertama masuk ke lab, gue dikenalin orang se lab yang jumlahnya sekitar 30-an orang dengan nama yang sulit banget buat dihafal. Beberapa hari setelah itu ada acara outbond dengan seluruh lab member sekaligus piknik. Gue sejak saat itu terkagum banget dengan gimana cara orang Jerman menikmati hidup dan waktu tapi tetap bisa sangat produktif.  Mereka datang ke kampus jam 8 pagi dan pulang jam 4 sore, dan jarang banget ada yang di kampus sampai malam. Hari Sabtu-Minggu juga mereka ngga ada yang datang ke kampus, karena hari Sabtu-Minggu adalah hari untuk berkumpul dengan keluarga. Bahkan toko-toko dan supermarket hampir semuanya akan tutup di hari Minggu. Gue makin jatuh cinta banget sama negara ini, dan semakin kuat tekat untuk bisa melanjutkan studi di sini. Hari-hari pun berlalu dengan sangat cepat, dan beberapa hari menjelang kepulangan gue ke Indonesia, gue dipanggil ke ruangan si professor. Gue ditanya "Do you like here? Do you want to continue your PhD here?" seketika gue langsung jawab "YES, I DO", si professor langsung senyum, dan gue langsung jingkrak-jingkrak kegirangan. Semuanya benar-benar berjalan indah, tujuan ke Jerman tercapai dengan sukses, dan pulang ke Indonesia pun ngga terasa sedih karena waktu itu yakin banget bahwa bentar lagi gue bakal balik ke Jerman lagi. Karena kalau LoA sudah ditangan, daftar beasiswa dari pemerintah Jerman katanya gampang.






Sesampainya di Indonesia gue masih sering kontak-kontakan dengan professor di jerman perihal beasiswa yang mau gue apply. Waktu itu gue berencana mau daftar beasiswa DAAD (beasiswa dari pemerintah Jerman) dan sedang nyiap-nyiapin TOEFL/IELTS untuk persyaratan beasiswanya. Nah tiba-tiba saat itu di Facebook ada seorang teman yang posting bahwa ada professor di Jepang yang lagi butuh mahasiswa untuk didaftarkan beasiswa MEXT (beasiswa dari pemerintah Jepang). Gue yang orangnya memang oportunis ini, jadi pengen lah coba-coba, dengan keyakinan bahwa 'kayaknya ngga bakal diterima deh'. Nyiapin semua berkas beasiswanya dengan setengah hati, dan ternyata diterima. Waktu ada pengumuman kalau gue diterima, perasaan gue campur aduk banget. Bingung, seneng, nyesel, semua nyampur jadi satu. Tapi udah ngga mungkin lagi buat mundur, karena gue ngga pengen almamater gue di Indonesia jadi di blacklist dari Universitas gue di Jepang. Gue akhirnya kirim email ke calon professor di Jerman untuk minta maaf dan mengatakan yang sejujurnya bahwa gue diterima untuk kuliah di Jepang. Dan dengan setengah hati akhirnya gue berangkat ke Jepang.

Bulan-bulan pertama di Jepang gue masih sering nyeselin kenapa dulu coba-coba kalau memang ngga yakin. Tapi seiring berjalannya waktu gue mulai bisa nerima kenyataan. Setahun di Jepang, gue akhirnya bisa mencintai negara ini, walaupun masih ada bagian hati gue yang tertinggal di Jerman. Dan sekarang, setelah dipikir-pikir lagi, sepertinya Jepang memang yang terbaik buat gue. Ada beberapa alasan, di Jerman lab yang gue tuju fokus risetnya adalah tentang Parkinson Disease, di Jepang fokus risetnya tentang kanker, dan gue dari S1 sampai S2 fokus risetnya memang udah tentang kanker. Kedua, suami yang kerjanya memang memungkinkan untuk bolak balik ke Jepang, jadi makin mempermudah untuk bisa ketemu. Ngga kebayang semisal dulu di Jerman, mungkin bisa ketemu sama suami cuma setahun sekali. Ketiga, kalau di Jerman untuk bisa lulus S3 paling cepet 3,5 tahun, sedangkan di Jepang sebagian besar mahasiswanya lulus dalam waktu 3 tahun. Semua hal-hal baik ini baru bisa gue sadari ketika akhirnya gue udah bisa ikhlas dan menerima bahwa semua jalan yang diatur oleh Allah adalah jalan yang terbaik. 

Well.. Jadi inti dari tulisan panjang lebar gue ini adalah bahwa jangan pernah takut untuk mengejar mimpi. Walaupun akhirnya mimpi itu tidak terkejar, asalkan kita sudah berusaha untuk berlari, pada akhirnya kita akan sampai di suatu tempat yang dekat dengan mimpi itu. Keep dreaming, keep achieving !