Thursday, February 9, 2017

Tentang Mengejar Mimpi ke Benua Eropa

Ini adalah tulisan blog pertama gue.
Nama gue Firli, sekarang gue lagi ngelanjutin S3 di Jepang, tepatnya di Kanazawa University di Ishikawa Prefecture. Loh, kuliah di Jepang? Kok judul tulisannya 'Mengejar Mimpi ke Benua Eropa?'. Iya, jadi ceritanya gini..

Sebenarnya sejak dari jaman kuliah S1 dulu gue memang udah bercita cita pengen lanjut studi ke luar negeri. Negara pertama yang dipengenin awalnya Jepang, alasannya karena dulu dosen-dosen gue yang kece-kece dan pinter-pinter kebanyakan lulusan dari Jepang. Namun seiring dengan berjalannya waktu, gue ngga inget gara-gara apa, akhirnya gue berpindah hati jadi pengen lanjut studinya ke Jerman. Kalau boleh jujur, gue selalu ngerasa bahwa gue itu orang yang beruntung, bahwa Allah SWT selalu mengatur semua jalan gue dengan sangat rapi. Gue waktu S1 dipertemukan dengan dosen pembimbing yang super keren, yang karena dorongan dan dukungan beliaulah akhirnya gue bisa lulus S1 hanya dalam waktu 3,5 tahun. Pada semester terakhir menjelang kelulusan, gue bingung mau kerja atau lanjut kuliah S2, kalaupun lanjut gue udah ngga pengen minta dibiayain orang tua lagi. Ternyata Allah sudah menyiapkan jalan lain, waktu itu dari DIKTI ada program beasiswa baru yang disebut Fast Track. Jadi Fast-Track ini beasiswa untuk lulus S2 hanya dalam waktu 1,5 tahun, yang mana semester pertama Fast-Track ini diambil saat semester akhir S1. Nah waktu itu sekretaris jurusan mendaftarkan mahasiswa-mahasiswa dengan IPK 10 besar seangkatan untuk diajukan beasiswa ini (yang akhirnya ada 6 mahasiswa yang lolos seleksi). Semua proses administrasi dibantu oleh jurusan, dan kami terima sudah beres semua dan tinggal kuliah saja. Singkat cerita, akhirnya masa-masa kuliah S2 yang super padat dan singkat berakhir dengan bahagia dan indah. 

Setelah lulus S2, gue ngga langsung nyari kerja ataupun nyari-nyari info beasiswa. Sebagai pengangguran baru waktu itu, akhirnya gue kerja freelance di lab Sentral Universitas, dengan masih sering keep in touch sama pembimbing skripsi dan tesis. Mungkin waktu itu pembimbing gue merasa iba dengan nasib mantan mahasiswa bimbingannya yang ngga jelas arah hidupnya, akhirnya gue sering disuruh ikut kegiatan yang namanya IGNTTRC (Indonesian - German Networking for Teaching, Training, and Research Collaboration). Dan berkat kegiatan itu akhirnya gue jadi punya banyak teman orang Jerman, dan juga kenalan dengan salah satu Professor Jerman pengampu kegiatan tersebut. Setelah proses PDKT yang alhamdulillah berjalan lancar, akhirnya gue ditanyain pengen kuliah ke Jerman apa nggak. Setelah diskusi panjang lebar tentang area riset yang gue pengenin, akhirnya gue dikenalin dengan salah satu professor di Georg-August University, Gottingen. Tapi ternyata, professor di Jerman itu ngga mudah nerima mahasiswa asing. Calon professor gue itu katanya pengen tau dulu gue orangnya kayak gimana, baru habis itu dia bisa menentukan mau nerima gue apa nggak. Saat lagi bingung gimana caranya bisa ke Jerman untuk ketemu si calon professor, pas banget waktu itu sedang dibuka pendaftaran Student exchange program dari IGNTTRC untuk ke Jerman selama 1-2 bulan. Akhirnya gue langsung nyiapin semua berkas pendaftarannya, dan Alhamdulillah gue lolos seleksi. Yeeyyy, akhirnya bakalan ke Jerman !!

Itu adalah kali pertama gue mau keluar negeri. Nervous banget waktu itu, deg-deg an mau ketemu orang baru yang gue ngga tau gimana karakternya. Singkat cerita, setelah nyiapin visa dan sebagainya, akhirnya gue berangkat ke Jerman. Sesampainya di Frankfurt airport yang waktu itu suhunya 11 derajat celcius, mata gue berair, campuran antara dingin dan air mata bahagia. Dari Frankfurt airport menuju Gottingen gue naik ICE (nama kereta cepat di Jerman) dan memakan waktu kurang lebih 3,5 jam. Sesampainya di stasiun Gottingen, si calon professor gue meminta salah satu mahasiswa bimbingannya untuk ngejemput dan nganterin gue ke apartemen. Ternyata si calon professor itu orangnya baik banget. 



Hari pertama masuk ke lab, gue dikenalin orang se lab yang jumlahnya sekitar 30-an orang dengan nama yang sulit banget buat dihafal. Beberapa hari setelah itu ada acara outbond dengan seluruh lab member sekaligus piknik. Gue sejak saat itu terkagum banget dengan gimana cara orang Jerman menikmati hidup dan waktu tapi tetap bisa sangat produktif.  Mereka datang ke kampus jam 8 pagi dan pulang jam 4 sore, dan jarang banget ada yang di kampus sampai malam. Hari Sabtu-Minggu juga mereka ngga ada yang datang ke kampus, karena hari Sabtu-Minggu adalah hari untuk berkumpul dengan keluarga. Bahkan toko-toko dan supermarket hampir semuanya akan tutup di hari Minggu. Gue makin jatuh cinta banget sama negara ini, dan semakin kuat tekat untuk bisa melanjutkan studi di sini. Hari-hari pun berlalu dengan sangat cepat, dan beberapa hari menjelang kepulangan gue ke Indonesia, gue dipanggil ke ruangan si professor. Gue ditanya "Do you like here? Do you want to continue your PhD here?" seketika gue langsung jawab "YES, I DO", si professor langsung senyum, dan gue langsung jingkrak-jingkrak kegirangan. Semuanya benar-benar berjalan indah, tujuan ke Jerman tercapai dengan sukses, dan pulang ke Indonesia pun ngga terasa sedih karena waktu itu yakin banget bahwa bentar lagi gue bakal balik ke Jerman lagi. Karena kalau LoA sudah ditangan, daftar beasiswa dari pemerintah Jerman katanya gampang.






Sesampainya di Indonesia gue masih sering kontak-kontakan dengan professor di jerman perihal beasiswa yang mau gue apply. Waktu itu gue berencana mau daftar beasiswa DAAD (beasiswa dari pemerintah Jerman) dan sedang nyiap-nyiapin TOEFL/IELTS untuk persyaratan beasiswanya. Nah tiba-tiba saat itu di Facebook ada seorang teman yang posting bahwa ada professor di Jepang yang lagi butuh mahasiswa untuk didaftarkan beasiswa MEXT (beasiswa dari pemerintah Jepang). Gue yang orangnya memang oportunis ini, jadi pengen lah coba-coba, dengan keyakinan bahwa 'kayaknya ngga bakal diterima deh'. Nyiapin semua berkas beasiswanya dengan setengah hati, dan ternyata diterima. Waktu ada pengumuman kalau gue diterima, perasaan gue campur aduk banget. Bingung, seneng, nyesel, semua nyampur jadi satu. Tapi udah ngga mungkin lagi buat mundur, karena gue ngga pengen almamater gue di Indonesia jadi di blacklist dari Universitas gue di Jepang. Gue akhirnya kirim email ke calon professor di Jerman untuk minta maaf dan mengatakan yang sejujurnya bahwa gue diterima untuk kuliah di Jepang. Dan dengan setengah hati akhirnya gue berangkat ke Jepang.

Bulan-bulan pertama di Jepang gue masih sering nyeselin kenapa dulu coba-coba kalau memang ngga yakin. Tapi seiring berjalannya waktu gue mulai bisa nerima kenyataan. Setahun di Jepang, gue akhirnya bisa mencintai negara ini, walaupun masih ada bagian hati gue yang tertinggal di Jerman. Dan sekarang, setelah dipikir-pikir lagi, sepertinya Jepang memang yang terbaik buat gue. Ada beberapa alasan, di Jerman lab yang gue tuju fokus risetnya adalah tentang Parkinson Disease, di Jepang fokus risetnya tentang kanker, dan gue dari S1 sampai S2 fokus risetnya memang udah tentang kanker. Kedua, suami yang kerjanya memang memungkinkan untuk bolak balik ke Jepang, jadi makin mempermudah untuk bisa ketemu. Ngga kebayang semisal dulu di Jerman, mungkin bisa ketemu sama suami cuma setahun sekali. Ketiga, kalau di Jerman untuk bisa lulus S3 paling cepet 3,5 tahun, sedangkan di Jepang sebagian besar mahasiswanya lulus dalam waktu 3 tahun. Semua hal-hal baik ini baru bisa gue sadari ketika akhirnya gue udah bisa ikhlas dan menerima bahwa semua jalan yang diatur oleh Allah adalah jalan yang terbaik. 

Well.. Jadi inti dari tulisan panjang lebar gue ini adalah bahwa jangan pernah takut untuk mengejar mimpi. Walaupun akhirnya mimpi itu tidak terkejar, asalkan kita sudah berusaha untuk berlari, pada akhirnya kita akan sampai di suatu tempat yang dekat dengan mimpi itu. Keep dreaming, keep achieving !  







2 comments: